Guru dan pegiat literasi Lilis Suryani. (Istimewa) |
Penulis : Lilis Suryani (Guru dan Pegiat Literasi)
ADA- Hal menarik pada aksi unjuk rasa yang dilakukan warga daerah Sukatani Pacet di Kabupaten Cianjur beberapa waktu yang lalu. Betapa tidak, saat warganya melakukan unjuk rasa penolakan, sang wakil rakyat justru baru mengetahui jika warganya tengah dirudung masalah.
Seperti halnya diakui oleh Komisi A dan C DPRD Cianjur, mereka mengatakan wakil rakyat baru mengetahui rencana pembangunan geothermal dari sejumlah pemberitaan yang mendapat penolakan dari warga sekitar terutama yang tinggal di bawah kaki Gunung Gede.
"Kami baru tahu setelah mendapat laporan adanya aksi unjuk rasa ratusan warga Desa Sukatani, Kecamatan Pacet, dan warga lainnya di bawah kaki gunung yang akan merasakan dampaknya, menolak keberadaan pembangkit listrik tenaga panas bumi itu," katanya melansir salah satu media online.
Bukankah hal ini begitu naif, bagaimana bisa wakil rakyat yang diberi mandat langsung oleh rakyat untuk menyampaikan aspirasi rakyat tidak mengetahui permasalahan yang tengah dihadapi rakyat.
Maka wajar jika rakyat membenarkan opini-opini negatif terkait sifat dan sikap wakil rakyat yang saat ini tengah menjadi sorotan. Viralnya mega skandal korupsi sejumlah wakil rakyat sungguh mencederai kepercayaan rakyat. Belum lagi viralnya gaya hidup mewah sejumlah pejabat di level nasional juga menambah kepedihan hati rakyat.
Sementara di Cianjur sendiri, kondisi rakyatnya begitu memprihatinkan. Cianjur bahkan terkategori sebagai wilayah dengan tingkat kemiskinan yang tinggi. Berdasarkan data BPS, Cianjur berada di peringkat ke 3 dengan jumlah penduduk miskin terbanyak di Jawa Barat.
Kehidupan real di masyarakat seolah menegaskan bahwa rakyat Cianjur belumlah sejahtera. Cianjur terkenal dengan para perempuannya yang bekerja sebagai TKW, tidak sedikit dari mereka menjadi korban trafficking. Bahkan di Cianjur sendiri ada yang disebut-sebut sebagai Wisata Seks " Halal", sungguh memprihatinkan.
Kembali pada tugas para wakil rakyat, seharusnya mereka benar-benar mewakili suara rakyat, tetapi kerap kali fakta yang terjadi sebaliknya. Seperti pada kasus penolakan keberadaan pembangkit listrik tenaga panas bumi itu kali ini. Mari kita saksikan bersama, akankah wakil rakyat memihak rakyat, ataukah seperti yang kerap terjadi, wakil rakyat lebih memihak pada korporasi.
Aneh memang, wakil rakyat kok tidak merakyat. Kekecewaan publik barang kali terwakili dengan sindiran berikut, "Wakil rakyat telah melaksanakan tugas-tugasnya sebagai wakil rakyat. Rakyat ingin hidup mewah, sudah mereka wakili. Rakyat ingin dihormati, sudah mereka wakili. Rakyat ingin tidur nyenyak dan makan enak, sudah mereka wakili. Rakyat ingin pelesiran ke luar negeri, pun sudah mereka wakili", dan sudah menjadi rahasia umum, jika kebanyakan, para pejabat itu hanya cari muka ke rakyat saat kontestasi pemilu. Setelah terpilih, rakyat dilupakan dan diabaikan bagai kacang lupa kulitnya.
Lalu bagaimana pandangan Islam terkait pejabat pemerintah? Sedari awal, sebelum seorang pejabat diangkat, selain memenuhi syarat fit and proper test, ia harus memiliki akidah yang kuat, pemahaman syariat yang mantap, dan politik Islam yang bagus. Ia juga harus kafaah dan memiliki keahlian, serta amanah dengan tugas dan tanggung jawabnya. Orientasi pejabat adalah menjadi pelayan umat yang menjadi wakil rakyat yang akan memakmurkan negeri ini dengan syariat-Nya.
Pejabat dalam sistem Islam juga akan mendapatkan fasilitas dan santunan yang cukup untuk kebutuhan asasi dirinya dan keluarganya secara pantas, juga berbagai fasilitas yang menunjang aktivitasnya. Namun, ia akan bersahaja dan jauh dari kemewahan ala pejabat demokrasi.
Walhasil, ini memungkinkan untuk menutup peluang mereka melakukan abuse of power, seperti korupsi atau pencucian uang sebagaimana dilakukan para pejabat dalam sistem demokrasi. Dengan ketakwaannya, para pejabat juga akan merasa takut untuk korupsi karena sedari awal sudah tertanam mindset fundamental keterikatan terhadap hukum syarak dan sadar aktivitasnya diawasi oleh Allah Taala. Sistem sanksi juga akan diterapkan secara tegas sehingga bisa mencegah terjadinya perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum sya'ra.
Ketika mereka menjalankan tugasnya, para pejabat ini juga akan diaudit kekayaannya sebelum menjabat dan diaudit lagi setelah menjabat. Apabila terdapat selisih yang tidak wajar ataupun didapatkan bukan dari hasil usahanya melainkan karena jabatannya, kemungkinan besar pejabat itu akan dinonaktifkan atau dimintai pertanggungjawaban dengan hartanya.
Begitulah para pejabat pemerintah dalam sistem Islam yang bukan hanya teori, melainkan telah terbukti pernah ada seperti yang tertulis dalam tinta emas peradaban Islam dalam buku-buku sejarah. (**)